Senin, 17 Desember 2012

Album Perkansa #1


Minggu, 18 November 2012

Not With Me


tugas bahasa inggris disiruh nyanyi \(m)/ lagu Not With Me by Bondan. tapi agak kacau, hehheee....

Kamis, 15 November 2012

Cerpen by Astri Noviyanti



Tittle      : When I Lose My Tease
Cast       : Okamoto Keito
                Matsumoto Tsuki
                Aya Ueto (cameo)
                Masaki Aiba (cameo)
Rate       : 14+ 
Author   :Astri Noviyanti
Disclaimer  : Semua cast milik Tuhan. Saya cuma minjem semua pemainnya tanpa ada pengecualian. Maaf kalo banyak typo. Penulis masih amatiran, jadi mohon dimaklumi ^^v

Author P.O.V
        Seorang gadis berjalan dengan semangatnya menuju ke ruang kelasnya. Ditangannya sudah ada sekotak bekal. Bekal itu bukan untuk dirinya, melalinkan untuk senior yang sudah lama disukainya.
        Gadis itu meletakkan tasnya ke atas bangkunya. Sejenak ia tersenyum kepada Aya Ueto, teman sebangkunya.
“Bekal untuk Keito lagi?” Tanya Aya dengan menatap aneh bungkusan yang dibawa gadis bernama Matsumoto Tsuki itu. 
“Emm.” Tsuki mengangguk dengan bangganya. “Aya-chan, aku menemui ‘dia’ dulu, ya.” Pamit Tsuki yang langsung pergi tanpa mau melihat tanggapan Aya.
        Gadis bermarga Matsumoto itu pun pergi menuju suatu ruangan. Ditangannya masih ada bungkusan yang berisi kotak bekal. Matanya menyapu semua sudut ketika sampai diruangan tersebut. Ia mencari sosok lekaki tampan bernama Okamoto Keito. Sudut bibirnya mengembang ketika dilihatnya sosok yang dicarinya itu sedang duduk manis dibangkunya dengan earphone yang bertengger ditelinganya.
        Tsuki melangkah menuju bangku Keito, senior yang disukainya itu. Dilambaikannya tangannya tepat dihadapan wajah lekaki tampan itu. Keito pun melepaskan earphone-nya.
“Ada apa? Bekal lagi?” Tanya Keito dengan malas-malasan.
“Em! Ini.” Tsuki memberikan bungkusan kotak bekalnya itu kepada Keito. Lalu ia pun dengan seenaknya menduduki bangku disamping Keito.
        Tsuki membukakan bekal tersebut. Seyunman masih menghiasi wajahnya. Dihirupnya aroma dari bekalnya itu.
“Ini. Ada nasi, tebasaki, dan daging asap. Khusus ku buatkan untukmu dengan penuh rasa cinta. Silakan dinikmati!” tsuki meabsen isi dari bekal yang dibawanya itu.
        Keito menatap bingung gadis labil yang ada di hadapannya saat ini. Kenapa bisa ada gadis seaneh ini? Batinnya dalam hati.
“Hei… jangan terus memandangku! Cepatlah makan makanan ini. Atau kau mau aku suapi?”
“Tidak tidak! Aku tidak mau memakan bekalmu lagi! Terakhir aku memakan masakanmu, esok harinya aku langsung masuk rumah sakit!” tolak Keito, ia kembali memasang earphone-nya, namun ditahan oleh Tsuki.
“Ayolah… itu kan 3 bulan yang lalu. Sekarang, masakanku jauh lebih enak daripada waktu itu.” Bujuk Tsuki sambil menarik-menarik manja tangan Keito.
“Tidak! Pokoknya aku bilang tidak ya tidak!” Keito mengeraskan suaranya. Hingga seisi ruangan pun menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan.
        Tsuki menatap kikuk semua makhluk yang kini melihat ke arahnya. Mulutnya pun bergerak seperti mengucapkan kata ‘gomen’. Setelah memastikan bahwa semuanya telah kembali kepada kesibukannya masing-masing, Tsuki kembali menatap Keito yang merebahkan kepalanya ke atas meja dengan menggunakan earphone-nya.
        Tsuki menghembuskan napas kesal. Ia menutup kotak bekalnya dan berniat membawanya kembali ke kelas. Ia pun berdiri, menenteng bungkusan bekal itu. Ia menatap Keito sejenak, berharap lekaki tampan itu memanggilnya, namun nihil. Sampai detik ini Keito tak kunjung memanggilnnya. Dengan keputus asaan yang beramat sangat, ia pun mulai melangkahkan kakinya.
“Tunggu..”
        Dilangkah pertama, Keito memanggilnya, memintanya untuk berhenti sejenak. Senyuman kembali menghiasi wajah Tsuki. Dengan senang hati ia berbalik arah. Dilihatnya Keito mengangkat kepalanya.
        Baru saja Tsuki membuka mulutnya, ingin mengatakan ‘Kau mau makan bersamaku?’ ucapan Keito kembali menceloskan hatinya.
“Jangan temui aku lagi ya. Jangan datang ke kelasku. Jangan membawakan makanan apapun untukku. Pokoknya, menjauhlah dariku.”
        Ha! Tsuki yang malang. Baru saja ia bahagia karna Keito menyebut kata ‘tunggu’ untuknya, tapi sekarang hatinya kembali menjadi kepingan kecil setelah mendengar kelanjutan dari perkataan Keito tersebut.
        Dengan hati yang bearkeping itu, dengan wajah menunduk, dan masih dengan bungkusan koktak bekal ditangannya, Tsuki pun berjalan kembali menuju kelasnya.
***
Keesokan harinya.
        Tsuki melangkah riang  menuju ruangannya. Seperti biasa, Aya, teman sebangkunya telah lebih dulu sampai di ruangannya itu. Aya menatap Tsuki dari atas ke bawah hingga ke atas lagi.
“Tidak membawa bekal untuk Keito?” Tanya Aya.
“Tidak mulai hari ini. ^^” jawab Tsuki.
“Kenapa?” Tanya Aya lagi.
“Bukannya sudah ku beritahu alasannya kemarin? -__-“
“Ah, jadi karena itu. Maklumilah, Tsuki-chan. Aku mempunyai ingatan yang buruk.” Kata Aya. Tsuki yang sudah duduk disampingnya pun mengambil sebuah buku dari dalam tas ranselnya.
“Kau masih ingat akan ada ulangan, ya Tsuki-chan?” Tanya Aya.
“Hei! Meski dalam keadaan galau (?) begini, tapi ingatanku tak seburuk ingatanmu.” Jawab Tsuki. Ia mulai membuka-buka bukunya itu.
“Ish. Kau menyindirku?”
“Apa aku terlihat seperti sedang menyindirmu?”
“Sudahlah lupakan!”
Hening…
        Setelah itu tidak ada yang berbicara. Mereka berkubat pada pikirannya masing-masing. Hingga akhirnya suara Tsuki berhasil memecah keheningan.
“Aaaaaahh!!!” tsuki mengacak-acak rambutnya karena frustasi. Aya menatap teman sebangkunya itu dengan kebingungan.
“Kenapa lagi?” Tanya Aya.
“Aku tidak bisa berkonsentrasi T.T” jawab Tsuki, ia membiarkan rambutnya sedikit berantakan.
“Karna memikirkan Keito?” tebak Aya. Tsuki mengangguk sambil memanyunkan bibirnya.
“Sudahlah. Perlahan namun pasti, ku yakin kau bisa melupakannya. Ganbatte!!” kata Aya. Tsuki merapihkan poninya. Lalu ia mengangguk yakin.
“Kau benar. Aku pasti bisa! Ah, tidak tidak. Aku harus bisa! Ya, harus bisa melupakannya. Ganbatte!!” tsuki mengacungkan kepalan tangannya. “Aya-chan, mohon bimbingannya, ya!” katanya lagi.
“Pasti! ^^”
***
        Riuh suara murid-murid Asfhord Academy mulai terdengar. Padahal, jam baru menunjukkan pukul 07.18 waktu Jepang.
        Akan tetapi, ditengah keriuhan tersebut, masih ada seseorang yang merasa kesepian, merasa sesuatu telah hilang darinya. Tapi, apa? Apa sesuatu yang hilang tersebut? Entahlah. Orang itu pun tak bisa menjawabnya. Okamoto Keito. Ya, orang kesepian itu adalah Keito. Saat ini, ia hanya merebahkan kepalanya di atas meja dengan memejamkan matanya. Ia hampir memasuki alam mimpinya, namun suara seseorang  kembali membawanya kepada kenyataan sesungguhnya.
“Keito-san, bangunlah. Pak guru Ichiro sudah memasuki ruangan!” kata Masaki Aiba, teman sebangkunya Keito. Keito pun mengangkat kepalanya. Ia mulai memperhatikan pak guru Ichiro menjelaskan tentang kebudayaan warga Jepang. Ah, tidak. Sepertinya Keito hanya melihat wajah guru dengan postur tubuh bulat itu, tidak memperhatikannya.
        Kemana gadis pengusik itu? Kenapa aku tidak pernah melihatnya lagi? Apa ia benar-benar menjauhiku? Pikirnya dipenuhi dengan tanda tanya.
        Gadis pengusik? Siapa? Tentu saja Tsuki!
        Benar saja, gadis itu ingin melupakan Keito. Ini sudah hari ke-4 ia tidak menemui Keito, pujaan hatinya itu. Sejak beberapa hari lalu, tepatnya saat Keito menyuruhnya untuk menjauh darinya, Tsuki mulai menyadari bahwa cintanya terhadap Keito itu ‘sangat’ bertepuk sebelah tangan.
        Ah! Tsuki yang malang. Secara tidak langsung, Keito telah menolak cintanya, bukan? Bayangkan saja betapa malunya dirimu ditolak seorang pria tampan. Rasanya itu seperti berjalan mengelilingi Disneyland Park tanpa menggunakan celana! Tapi, ah. Kurasa tidak semalu itu juga. Ya, baiklah. Ini bukan sesi promo iklan!
Selama dua hari, Tsuki merasa kegalauan luar biasa. Sampai-sampai, ia pernah menggunakan sepasang sepatu yang berbeda warna! Untung saja ia menyadari keteledorannya itu ketika ia sampai didepan pintu rumahnya. Uuh… segalau itukah dirimu, Tsuki-chan?
***
“Aiba-san.” Panggil Keito, saat ini ia berada di kantin sekolah bersama Aiba.     
“Em?” Aiba membalas dengan sebuah gumaman, ia kini asyik menyantap soba-nya.
“Em… bagaimana aku mengatakanya, ya?” Keito bergumam sendiri. “Ah, begini saja!” seru nya. “Jika kau memiliki adik yang suka mengusikmu, lalu tiba-tiba ia pergi dan kau merasa merindukannya, apa yang akan kau lakukan?”
        Aiba berhenti menyuap makanannya. Setelah menghabiskan makanan dalam mulutnya, ia pun mulai menjawab pertanyaan Keito. “Aku akan berbalik mengusiknya. Maksudku, ku temukan dulu adikku, lalu aku akan mencubiti pipi adikku yang imut itu serta mengocok perutnya hingga ia merasa geli.” Aiba pun kembali menyentuh makanannya.
“Lalu, kenapa kau bisa merindukannya?”
“Bodoh! Itu karena aku menyayangi adik kecilku!”
Hening~
        Keito tak merespon lagi. Kini ia sibuk dengan pikiran-pikirannya tentang gadis pengusik itu. Menyayanginya? Apakah itu mungkin? Tanyanya dalam hati.
“Aku… ke toilet dulu.” Pamit Keito. Ia pun berjalan menyusuri koridor menuju ke toilet. Sesampainya ia ke toilet, ia mencuci tangannya.
“Apakah aku menyukai gadis aneh nan gila itu?” tanyanya pada pantulan dirinya disebuah cermin. Ia pun mengusap wajah frustasinya, lalu keluar dari toilet itu.
        Di luar toilet, ia berpapasan dengan Tsuki. Maklum saja, toilet pria & wanita itu bersebelahan. Keduanya saling menatap canggung satu sama lain. Tsuki menunduk sekilas lalu melangkahkan kakinya.
“Kenapa kau tidak pernah menemuiku lagi?” Pertanyaan Keitao sukses menghentikan langkah kaki Tsuki.
“Bukannya kau yang menyruhku untuk menjauhimu?” jawab Tsuki, ia masih membelakangi Keito.
“Tapi… kenapa kau benar-benar melakukannya? Kau tahu? Aku seperti orang bodoh menunggumu menghampiriku lagi! Aku-“ keito menghentikan ucapannya sejenak. Ia menghela napas. “Daisuka!” lanjut Keito.
        Tsuki membalikkan badannya. Ia menatap Keito tak percaya. Mulutnya membulat dengan sempurna. Lalu ia tertawa kecut. “Candaanmu sungguh lucu.” Ucapnya.
“Aku serius.” Ucap Keito. Tsuki menghentikan tawanya.
“Aku… Permisi.” Tsuki berkata dengan canggung.
        Keito menaikkan sebelah alisnya, dan menggaruk tengkuknya yg sama sekali tidak gatal sambil terus menatap punggung Tsuki yang semakin menjauh dengan tatapan herannya. Apa ia sudah salah bicara tadi? Padahal, ia hanya berusaha jujur dengan perasaanya itu.
***
        Tap. Tap. Tap.
        Tsuki setengah berlari menuju lokernya. Ia ingin mengganti baju olahraga yang dikenakannya dengan seragamnya. Saat ia mengambil seragamnya, ada selembar kertas terjatuh.
        Ia membaca kertas tersebut dengan kening berkerut.                   
“Siapa yang mengirimkannya, ya?” heran Tsuki. Lalu ia mengangkat kedua bahunya. Dilipatnya kertas tersebut tadi, lalu dimasukkanya ke dalam almater yang dipegangnya. Dan ia pun berjalan menuju ruang ganti untuk mengganti pekaiannya.
*
        Bel pulang dibunyikan. Anak murid Ashfrod Academy berhamburan (?) keluar dari kelasnya masing-masing.
        Matsumoto Tsuki. Gadis ini merapikan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas ranselnya. Lalu digunakannya ransel tersebut dan berjalan denagan semangat keluaar kelas. Saking semangatnya, ia sampai lupa mengucapkan kata ‘sayonara’ kepada temannya.
        Tsuki terus berjalan. Ditangannya sudah ada selembar kertas yang didapatnya di lokernya tadi pagi.
Sepulang sekolah, temui aku di depan perpustakaan sekolah, ya!^^ 
Begitulah tulisan yang terdapat di kertas tadi.
        Tsuki mempercepat langkah kakinya. Ketika ia sampai di depan perpustakaan matanya menangkap sosok lelaki yang mungkin dulu sangat diidolakannya. Ya, siapa lagi kalau bukan Okamoto Keito?
        Ia menghampiri tempat Keito berdiri.
“Jadi, kau pengirim surat ini?” Tanya Tsuki secara blak-blakan sambil memperlihatkan selembar kertas. Tunggu, apa tadi? Surat? Ha! Apakah itu pantas disebut surat? Bahkan identitas pengirimnya saja tidak ada!
“S… Surat apa?” Keito terlihat bodoh dihadapan Tsuki.
“Tidak. Bukan apa-apa. Jadi bukan kau, ya.” Tsuki memasukkan kertas tadi ke saku almaternya.
“Kau kecewa?” Tanya Keito. Tak ada jawaban dari Tsuki. Keito menghela napas berat. “Baiklah. Aku pengirimnya.” Lanjutnya.
        Tsuki langsung menatap Keito dengan mata berbinar.
“Benarkah itu? Lantas. Ada apa kau menyuruhku datang kemari?”
“Aku… Anu... Ada yang ingin ku katakan padamu.”
“Apa itu?”
“Aku..” keito menggantungkan kalimatnya. Ia ragu harus melanjutkan atau menghentikan ucapannya. Jantungnya pun berpacu cepat. Seperti sedang ada konser band rock seluruh dunia di dalam jantungnya itu.
“Kau… Kenapa?” Tsuki mengharapkan lanjutan kalimat yang akan diucapkan Keito. Ia memasang baik-baik telinganya pada tempatnya. Ia berharap Keito mengatakan sesuatu yang ingin didengarnya dari dulu.
“Ish… cepatlah kau lanjutkan kalimatmu itu.”
“Aku…”
“Ah, kau ini lama sekali! Biar aku saja yang mengucapkannya!”
“Hah?!”
Tsuki menarik napasnya dalam-dalam.
“Keito-san, aku menyukaimu. Maukah…”
“Cukup. Kali ini biarkan aku yang mengatakannya!” potong Keito.
“Cepatlah, aku sudah tidak sabar.” Kata Tsuki. Kali ini Keito yang menarik napasnya dalam-dalam.
“Tsuki-chan.” Panggilnya.
“Tunggu! Buatlah suasana menjadi romantic! Cepat genggam tanganku!” perintah Tsuki. Keito pun menurut. Ia menggenggam tangan Tsuki, berusaha meromantiskan suasana.
“Tsuki-chan. Daisuka. Maukah kau menjadi gadisku?” kata Keito.
“Mata! Hai (dibaca *hayi). Dengan senang hati aku akan menjadi gadismu!” jawab Tsuki.
“Majide?” Tanya Keito. Tsuki mengangguk senang.
“Arigatou gozaimasu. ^^” ucap Keito.
“Doitashimashite. ^^” balas Tsuki.
Chu~~
        Keito mengecup sekilas kening Tsuki. Lalu ia pun merangkul Tsuki. Mereka berdua berjalan menyesuri koridor. Terlihat sepert pasangan bahagia.^^
        Ah, iya. Apa diantara kalian ada yang bertanya tentang rencana Tsuki untuk melupakan Keito? Baiklah. Tsuki sebenarnya tidak benar-benar akan melupakan Keito. Ia hanya butuh waktu sejenak untuk menetralkan hatinya yang saat itu galau karena secara tidak langsung ditolak oleh Keito.
        Dan beginilah akhir cerita ini. Tsuki dan Keito saling memiliki. Untung saja waktu itu Tsuki tidak menemui Keito beberapa hari. Kalau tidak, Keito tidak akan menyadari perasaanya itu sampai kapanpun. ^^


*FIN*